REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Emoji di aplikasi Whatsapp memiliki bentuk yang bermacam-macam. Emoji tersebut ternyata dapat ditafsirkan sebagai simbol kejahatan apabila digunakan dengan tidak tepat.
Pengacara di Inggris mendesak pengadilan untuk mengeluarkan panduan tentang interpretasi simbol-simbol digital. Pasalnya, belakangan pengadilan kasus kriminal, keluarga, hingga pelanggaran hukum tenaga kerja kerap dibuat bingung dengan interpretasi emoji.
Makna emoji tidak selalu mudah dipahami ketika menjadi bagian dari bukti dugaan tindak kriminal. Di Amerika Serikat, kasus serupa lebih dulu marak.
Profesor hukum Universitas Santa Clara Eric Goldman telah mendokumentasikan penampilan emoji dan emotikon dalam pendapat pengadilan Amerika sejak 2004. Ada 50 kasus berisi emoji pada 2018. Pada 2017, angkanya hanya 33 kasus.
Seperti yang dilansir dari Washington Post, Senin (25/2), orang dapat mengkomunikasikan berbagai emosi dan tindakan melalui emoji. Tetapi, fleksibilitas mereka sebagai alat ekspresi juga dapat memicu salah tafsir.
Emoji tertentu sering dimaknai ganda, entah bersifat seksual atau menyeramkan. Dalam konteks hukum, pengadilan sering kali harus menilai makna komunikasi non verbal dalam bentuk emoji. Penggunaan emoji dapat memicu kebingungan atau penyesatan.
Komunikasi dengan emoji dapat ditafsirkan secara berbeda oleh para pihak dalam persidangan, yang dapat mewarnai makna komunikasi seksual atau sesama konspirator yang terlibat dalam pembunuhan atau terorisme. Terlebih lagi, menurut Goldman, perangkat dan platform orang dapat menampilkan emoji yang sama secara berbeda, tanpa pengirim atau penerima tahu mereka melihat gambar yang berbeda.
“Penggunaan emoji bak mandi dapat berarti peti mati dan emoji wajah tanpa bibir dapat digunakan untuk mengekspresikan intimidasi atau peringatan untuk tetap diam,” kata laporan itu.
Dalam sebuah wawancara baru-baru ini, Goldman mencatat untuk sementara waktu, pengguna Google berpikir emoji wajah dengan senyum berarti bahagia. Sebaliknya, pengguna Apple berpikir itu berarti siap bertarung. Hal ini bisa memicu konflik tanpa disengaja.
Menuru penelitian Goldman, emoji muncul hampir di setiap bidang hukum. Tetapi jenis kasus yang paling umum dengan emoji melibatkan pelecehan seksual dan dalam kasus diskriminasi pekerjaan.
Goldman kemudian mengungkapkan belum menemukan cara baru untuk menfasirkan gambar di ruang sidang. Ia melihat munculnya emoji animasi dan personal sebagai tantangan yang akan datang untuk hakim dan pengacara. Sebab, mereka memberi ruang lebih untuk lebih banyak interpretasi.
https://ift.tt/2GYD2q2
February 25, 2019 at 07:44PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2GYD2q2
via IFTTT
No comments:
Post a Comment