Pages

Thursday, November 15, 2018

Kisah Anak-Anak Gaza yang Trauma ke Sekolah

Sejak dulu, Israel tak pernah mematuhi kesepakatan yang dijalin dengan Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Andrian Saputra

Israel dan faksi-faksi Palestina di Jalur Gaza sepakat melakukan gencatan senjata pada Rabu (14/11). Departemen Pendidikan Gaza juga telah mengumumkan kegiatan belajar di sekolah dibuka menyusul situasi yang sudah kembali normal.

Kendati demikian, teror serangan udara Israel yang menghancurkan banyak gedung sepanjang Senin (12/11) hingga Selasa (13/11) masih membekas.Penduduk Palestina masih menyimpan kekhawatiran untuk pergi ke luar rumah, tak terkecuali para siswa di Palestina.

Reem Khalla (16 tahun) salah satunya. Khalla menuturkan, ia begitu khawatir ketika berangkat sekolah, masih ketakutan dengan peristiwa pengeboman hebat oleh angkatan udara Israel di Gaza. "Ketika saya tiba (di sekolah) kurang dari separuh teman saya, hanya sekitar 15 orang di sana. Kami semua ketakutan dan guru memberikan izin yang ingin pulang," kata Khalla dilansir Aljazirah pada Kamis (11/15).

Khalla menuturkan, situasi kegiatan belajar mengajar tak kondusif. Sebagian besar siswa yang hadir justru memperbincangkan tentang gencatan senjata yang terjadi. "Kami bahkan tak belajar banyak, sebagian besar berdebat jika gencatan senjata ini terjadi, apakah akan menjadi pengulangan seperti perang pada 2014," tutur remaja ini.

Pada 2014, lebih dari 2.200 warga di Jalur Gaza gugur menyusul serangan Israel ke wilayah tersebut. Mayoritas yang tewas merupakan warga sipil. Serangan tersebut juga membuat puluhan ribu warga Pales tina kehilangan tempat tinggal.

Mohammad Baroud, seorang guru di Gaza, Palestina, juga masih meragukan gencatan senjata antar Israel dan Hamas di Jalur Gaza akan berlangsung lama. Menurut dia, sejak dulu, Israel tak pernah mematuhi kesepakatan yang dijalin dengan Palestina.

Baroud pun menyampaikan serangan militer Israel beberapa hari lalu menebarkan ketakutan kepada siswa-siswa di Palestina. "Murid-murid saya yang kebanyakan berusia 11 tahun, ketakutan. Saya menghabiskan hari dengan menghibur mereka, meyakinkan mereka bahwa semua akan baik-baik saja," tuturnya.

Eskalasi kekerasan di Jalur Gaza kali ini bermula dari operasi intelijen Israel yang berjalan tak sesuai rencana pada Ahad (11/11) malam. Tujuh warga Gaza yang juga merupakan anggota sayap militer Hamas serta satu perwira militer Israel (IDF) tewas dalam operasi intelijen yang berjalan tak sesuai rencana tersebut.

Selepas operasi itu, Hamas dan kelompok militan Jihad Islam meluncurkan ratusan roket ke wilayah Israel pada Senin (12/11). Sebagai balasan, Israel kembali melancarkan serangan udara sejak Senin (12/11) malam hingga Selasa (13/11) dini hari. Serangan udara Israel tak hanya menyasar lokasi militer Hamas, tetapi juga mengenai bangunan perumahan, pertokoan, dan sebuah sekolah hingga menewaskan tujuh warga Palestina.

Pada Rabu (14/11) WIB dini hari, milisi Palestina di Gaza dan pihak Israel sepakat melakukan gencatan senjata. Di Gaza, warga melihat keberhasilan Hamas mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Israel sebagai kemenangan.

Bersambung ke halaman berikutnya..

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2DL2Kh4
November 16, 2018 at 02:05PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2DL2Kh4
via IFTTT

No comments:

Post a Comment