REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Penemuan mortir di halaman depan rumah yang ditempati Rerardi Julian Dewantoro (24 tahun) pada Selasa (5/3) tak pernah diduga sebelumnya. Pasalnya sejak awal mendiami rumah yang terletak di Jalan Ir Juanda, Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung itu, tak pernah sekalipun ia dan keluarga menemukan benda-benda bersejarah peninggalan zaman Belanda.
Awalnya, lelaki bujang itu mengira hanya sedikit granat mortir yang ditemukan. Namun, hingga proses pencarian dihentikan pada Rabu (6/3) sore, sebanyak 119 granat mortir berhasil diangkat dari dalam tanah halaman depan rumahnya itu.
Meski para personel Jihandak Yonzipur 3 dan Kodim 0618/BS telah memastikan tak ada lagi mortir tersembunyi, Rerardi mesih sedikit khawatir. Pasalnya, tak seluruh bagian rumahnya diperiksa dengan alat pendeteksi logam (metal detector).
"Pastinya masih ada (rasa khawatir). Saya berharap pada Allah tidak ada apa-apa. Karena sudah pakai alat detektor di sebagian rumah," kata dia, Rabu (6/3).
Namun, penemuan itu akan menjadi pengalaman bagi dia, kakaknya Kevin (29), dan seorang asisten rumah tangga, yang menempati rumah yang berdiri di atas lahan sekitar 200 meter persegi itu. Jika ke depan kembali ditemukan, ia dapat dengan mudah melapor ke pihak yang berwenang.
Penghuni tetap rumah itu memang hanya tiga orang. Sedangkan ayah, ibu, dan adik Rerardi tinggal bersama di Jakarta.
Selain rasa khawatir, dalam benak Rerardi sebenarnya ada rasa penasaran. Ia mengaku ingin tahu dari mana sumber awal granat mortir itu sampai ditanam di halaman depan rumahnya.
Menurut pengakuannya, rumah tua itu sudah ditempati keluarganya secara turun-temurun. "Dari 1938 sampai sekarang yang menempati rumah ini selalu keluarga," kata dia.
Rerardi berkisah, rumah yang sekarang juga menjadi tempatnya membuka usaha kuliner memang telah berdiri, bahkan sebelum Republik Indonesia lahir. Berdasarkan cerita orang tuanya, rumah itu telah ditempati oleh kakak dari kakeknya sejak 1938. Saat Belanda hendak hengkang dari Indonesia, rumah itu disita pemerintah. Kepada pemeritahlah, kakak dari kakeknya membayar uang sewa rumah.
Zaman itu, rumah-rumah milik Belanda memang diambil alih oleh pemerintah. Sementara, pemerintah menyewakan rumah-rumah sitaan itu kepada masyarkat.
Lantaran bertugas sebagai tentara, kakak dari kakek Reraldi dipindah tugas dari Bandung. Alhasil, kakeknya, Wibowo Moerdoko melanjutkan sewa rumah itu.
Baru pada 1962, lelaki veteran Pembela Tanah Air (Peta) dan Tentara Rakyat itu membeli rumah sewa tersebut dari pemerintah. "Kalau sudah berkeluarga kuat hak kepemilikannya. Jadi dibelilah dari situ. Akhirnya ditempati sama kakek dan anak-anaknya," kata dia
Dari kakeknya, rumah itu diwariskan kepada ayah Reraldi. Reraldi sendiri mengaku tinggal di rumah itu baru pada 1998, ketika masih berusia dua tahun.
Berdasaran cerita-cerita yang didengarnya, tak pernah sekalipun rumah itu mengalami perombakan. Baru-baru ini saja, kata dia, renovasi besar dilakukan. Sebelumnya, hanya perbaikan-perbaikan kecil seperti menambal atap yang bocor atau memperbarui cat dinding.
"Bentuk asli dan posisi juga enggak ada yang berubah. Cuma kebetulan di belakang itu halaman depan. Jalan masuk utama itu di sini (belakang). Jadi yang di belakang jadi di depan," ujar dia.
Beberapa bagian, menurut dia, bahkan masih menggunakan material aslinya sejak zaman Belanda. Namun, berdasarkan pantauan Republika.co.id, interior rumah tak berbeda jauh dengan rumah zaman sekarang. Di beberapa bagian, dinding rumah dilapisi dengan kramik.
Menurut dia, selama meninggali rumah itu tak pernah sekalipun keluarganya menemukan benda-benda bersejarah. Karena itu, ada rasa penasaran untuk mengetahui dari mana sumber mortir itu dapat ditanam dalam halaman depan rumahnya. "Jadinya misteri buat keluarga, kok banyak ditemukan di satu titik," kata dia.
Keterangan Rirardi sedikit berbeda dengan yang disampaikan Komandan Distrik Militer 0618/BS Letnan Kolonel Infanteri Heri Subagyo. Menurut dia, berdasarkan informasi yang diterimanya, rumah itu dibeli keluarga Rirardi pada sekitar 1950-an. Baru pada 1970-an bangunan itu ditempati.
Namun, ia menduga, granat mortir yang ditemukan itu telah lama tertimbun. Dugaan sementara itu didasarkan pada usia rumah tersebut. Meski telah tertimbun lama, menurut dia, granat mortir itu berpotensi masih aktif. "Badan inti dan ekor granat itu masih utuh," kata dia di lokasi, Rabu (6/3).
Ratusan granat itu kini dibawa ke gudang amunisi di Paldam III Siiwangi. Nantinya, temuan itu akan diidentifikasi dan diselidiki lebih lanjut, sehingga dapat diketahui sumbernya.
"Kita sekarang tak bisa prediksi, menduga kemungkinan dari mana. Tapi nanti dari hasil penyelidikan, dengan data yang ada, akan kita kumpulkan data dari yang punya rumah, kita telusuri sejarahnya, baru nanti bisa memberikan dugaan," kata dia.
https://ift.tt/2ERNRc8
March 06, 2019 at 08:59PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2ERNRc8
via IFTTT
No comments:
Post a Comment