Pages

Tuesday, May 21, 2019

Menjaga Tradisi Shalawat di Amsterdam

Yang susah itu menjaga daripada meraihnya

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: H. Khumaini Rosadi, SQ, M.Pd.I )*

“Yang susah itu menjaganya daripada meraihnya”. Sebuah kalimat motivasi, kenangan saya mengingat nasihat Kiai Ahmad Chusnan dan Kiai Chozin ketika mesantren di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran Raudlatul Huffadz, Banyurip Ageng – Pekalongan Selatan Jawa Tengah.

Nasihat ini selalu diungkapkan karena berkenaan dengan hafalan alquran yang saya setorkan setiap harinya sebanyak lima halaman hafalan baru. Terbilang cepat memang, dibandingkan teman-teman santri yang lain, hanya mampu menambah hafalan barunya satu halaman setiap hari.

Di tengah ngeriungnya para santri, pak kiai selalu mengingatkan untuk banyak-banyak mengulang hafalan yang sudah disetorkan. Jangan sampai mengejar cepatnya khatam, setelah itu lupa dengan hafalan yang di depan. Merawat hafalan yang lama itu lebih sulit daripada mendapatkan hafalan yang baru.

Begitu juga dengan kebaikan-kebaikan yang setiap hari kita lakukan. Menjaganya untuk tetap istikomah lebih sulit daripada memulainya. Seperti pernikahan, merawat keutuhan pernikahan itu lebih sulit daripada memulainya dengan ijab kabul. Seperti juga persaudaraan, menjaga ikatan persahabatan dan persaudaraan itu lebih sulit daripada pertama kali bertemu dan berkenalan.

Di Belanda, khususnya di masjid al-Ikhlash Amsterdam, yang juga merupakan gedung pusat kebudayaan Indonesia, berupaya melanggengkan keakraban dan tradisi merawat persaudaraan dengan berjabat tangan setiap bada sholat fardlu. Semoga istikomah.

Sambil berkeliling dengan senyuman dan melantunkan shalawat, rasa persaudaraan dan persatuan itu semakin terasa hangat. Allahumma Sholli ‘Alaa Muhammad, Yaa Robbi sholli ‘alaihi wa sallim.

PPME (Persatuan Pemuda Muslim se-Eropa) al-Ikhlash yang dipimpin oleh Hansyah Iskandar Putera dan Hasanul Arifin Hasibuan berhasil mengambil hati para jamaahnya untuk selalu rukun dan bersama-sama memajukan program-program kreatif dan inovatif bernuansa Indonesia tiga tahun ke depan.

Di bulan Ramadhan 1440 H ini, kegiatan shalat fardlu berjamaah lima waktu terus berjalan. Setelah selesai shalat, dilanjutkan dengan berdzikir bersama-sama dan diakhiri dengan doa. Setelah itu imam berdiri mengucapkan Allahumma Sholli ‘Alaa Muhammad, yaa Robbi sholli ‘Alaihi wa sallim. Makmum juga ikut berdiri dan berjabat tangan membentuk lingkaran.

Subhanallah, nikmat sekali melihat suasana ramai seperti ini dengan lantunan shalawat dan jabat tangan yang akan menggugurkan dosa-dosa, Apalagi di malamnya ada sholat taraweh berjamaah, semakin banyak jamaah yang datang, semakin ramai dan semangat lantunan sholawat itu berkumandang.

Semoga tradisi bershalawat disambi dengan berjabatan tangan dengan seluruh jamaah ini terus dipertahankan, bukan hanya terlihat di mozaik Ramadhan saja. Karena dengan cara ini mampu mengakrabkan.

Dengan begini, makmum bisa mengenal imam lebih dekat. Imam juga bisa menanyakan tema apa yang mau dijelaskan untuk pertemuan kultum pada malam berikutnya.

Sederhana. Merawat dan menjaga ukhuwah islamiyah dengan berjabatan tangan dan bershalawat. Tidak perlu salam tempel. Bertambah pahala sedekah karena banyak menebar senyum sapa setiap berjabatan tangan. Hilang semua masalah dan resah, tidak merasa sendiri, karena di sini ada kekuatan berjamaah. Berkah shalawat dan berjabat tangan di bulan Ramadhan.

)* Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ichsan Bontang, Dai Tidim Jatman,  Dai Ambassador Cordofa,

Let's block ads! (Why?)


http://bit.ly/2VSBJBY
May 21, 2019 at 07:19PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2VSBJBY
via IFTTT

No comments:

Post a Comment