REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Separuh dari seluruh warga Amerika Serikat (AS) meyakini negaranya akan berperang dengan Iran dalam beberapa tahun mendatang. Hal itu terungkap berdasarkan hasil survei Reuters/Ipsos yang dirilis pada Selasa (21/5).
Reuters/Ipsos melakukan jajak pendapat secara daring terhadap 1.007 orang dewasa di AS, termasuk 377 anggota Partai Demokrat dan 313 anggota Partai Republik. Pertanyaan yang diajukan adalah seputar Iran, termasuk ketegangannya saat ini dengan AS.
Berdasarkan survei tersebut, 49 persen warga AS tak setuju dengan cara Presiden AS Donald Trump dalam menangani hubungan dengan Iran. Sebanyak 31 persen di antaranya menyatakan sangat tidak sepakat dengan cara Trump. Sedangkan, 39 persen lainnya menyetujui kebijakan Trump terhadap Teheran.
Sebanyak 51 persen warga AS memprediksi bahwa negara mereka akan berperang dengan Iran dalam beberapa tahun mendatang. Persentase itu naik delapan poin dari jajak pendapat serupa yang dirilis Juni 2018. "Dalam jajak pendapat tahun ini, Demokrat dan Republik lebih cenderung memandang Iran sebagai ancaman serta mengatakan perang kemungkinan besar terjadi," kata Reuters.
Sebanyak 53 persen warga AS memandang Iran sebagai ancaman serius. Persentase itu naik enam poin bila dibandingkan survei tahun lalu. Sebagai perbandingan, 58 persen warga Amerika menyebut Korea Utara (Korut) sebagai ancaman. Sementara 51 persen lainnya menganggap Rusia sebagai ancaman.
Namun, terlepas dari kekhawatiran mereka, 60 persen warga Amerika berpendapat AS seharusnya tak melakukan serangan pendahuluan terhadap militer Iran. Sedangkan, 12 persen lainnya menganjurkan agar Washington melancarkan serangan lebih dulu.
Jika Iran melakukan agresi lebih dulu, sebanyak 79 persen warga Amerika mengatakan bahwa AS harus membalasnya. "40 persen menyukai tanggapan terbatas dengan serangan udara, sementara 39 persen mendukung invasi penuh," kata Reuters.
Survei tersebut juga menunjukkan, sebanyak 61 persen warga AS masih mendukung kesepakatan nuklir Iran yang tercapai pada 2015. Kesepakatan itu dinilai masih penting untuk mengekang pengembangan program nuklir Teheran. AS telah mundur dari kesepakatan tersebut pada Mei tahun lalu.
Ketegangan antara Iran dan AS terjadi sejak Washington mengirim kapal induk dan pesawat bomber ke Teluk Persia. Hal itu dinilai sebagai bentuk tekanan AS terhadap Iran agar bersedia merundingkan program nuklirnya.
Meskipun awalnya membantah, Trump mengatakan bahwa dia ingin bernegosiasi dengan Pemerintah Iran. Namun, Presiden Iran Hassan Rouhani menolak inisiatif Trump. Rouhani menegaskan bahwa perang ekonomi sedang dilancarkan terhadap negaranya.
http://bit.ly/2VXPgrJ
May 22, 2019 at 05:35PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2VXPgrJ
via IFTTT
No comments:
Post a Comment