REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional akan berada di kisaran 5,1-5,2 persen pada tahun depan. Angka ini lebih rendah dari target pertumbuhan ekonomi pemerintah dalam APBN 2019 5,3 persen.
"Kami berkeyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2019 masih berada pada rentang 5,1 persen hingga 5,2 persen atau kurang lebih sama dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2018," kata Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal dalam diskusi CORE Economic Outlook 2019 di Jakarta, Rabu (21/11).
Menurut Faisal, target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen yang dipatok pemerintah untuk 2019 secara realistis masih sulit tercapai. Belanja pemerintah, lanjutnya, memang dapat digenjot untuk tumbuh lebih tinggi, tapi dua sumber pertumbuhan yang lain yakni investasi dan net ekspor masih mengalami tekanan.
"Sementara konsumsi rumah tangga yang menjadi penyumbang terbesar PDB kemungkinan besar juga masih sukar tumbuh lebih dari 5,1 persen," ujar Faisal.
CORE memang memprediksi pertumbuhan konsumsi rumah tangga, yang menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi domestik, masih bertahan pada level 5 persen pada 2019. Sejumlah kebijakan pemerintah yang bertujuan mendorong peningkatan pendapatan dan daya beli diprediksi dapat menjaga tingkat konsumsi masyarakat antara lain rencana kenaikan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) dan premi jaminan sosial bagi ASN, TNI, dan POLRI, peningkatan bantuan sosial untuk rakyat miskin, serta kenaikan upah minimum.
Selain itu, ajang pesta demokorasi di tahun depan diharapkan juga ikut mendorong konsumsi swasta. Alokasi belanja bantuan sosial sendiri meningkat 26,7 persen pada APBN 2019, setelah pada APBN 2018 meningkat 42,6 persen.
"Walaupun secara parsial efek dari masing-masing kebijakan tersebut terhadap keseluruhan konsumsi rumah tangga tidak terlalu besar, secara simultan tetap berpotensi memiliki daya dorong signfikan terhadap konsumsi rumah tangga di tahun depan," ujar Faisal.
Ia menambahkan, meskipun tantangan ekonomi yang dihadapi pada 2019 lebih besar, bukan berarti peluang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi sudah tertutup. CORE meyakini bahwa untuk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan global, pemerintah perlu melihat permasalahan ekonomi nasional dari akarnya serta lebih inovatif dalam mencari solusinya.
"Tidak sekedar menggunakan pendekatan-pendekatan instan untuk menghias kinerja ekonomi menjelang kontestasi di tahun politik semata, paling tidak pemerintah perlu menjaga agar kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan jangan sampai berdampak terhadap penurunan daya beli dan tingkat konsumsi masyarakat, yang menjadi penopang utama ekonomi nasional," kata Faisal.
Mempertahankan harga BBM bersubsidi di dalam negeri, tuturnya, menjadi krusial untuk mencegah terkereknya inflasi dan melemahnya daya beli khususnya bagi masyarakat golongan menengah ke bawah. Selain itu, upaya stabilisasi nilai tukar rupiah oleh Bank Indonesia juga perlu dilakukan secara cermat untuk menjaga optimisme konsumen dan pelaku usaha di dalam negeri.
https://ift.tt/2qWZ0k5
November 21, 2018 at 05:20PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2qWZ0k5
via IFTTT
No comments:
Post a Comment