REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat pendidikan dari Universitas Multimedia Nusantara, Doni Koesoema menilai kebijakan pemerintah untuk mengubah Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) menjadi Nomor Induk Kependudukan (NIK) tepat. Karena dengan adanya identitas tunggal berupa NIK, situasi pendidikan siswa Indonesia bisa lebih terpetakan.
“Selama ini NISN tidak terhubung dengan data tunggal individu milik Kemendagri. Sehingga bisa terjadi dobel pemanfaatan NISN tanpa bisa dikontrol, misalnya untuk penerimaan dana BOS, atau bantuan lainnya,” kata Doni saat dihubungi Republika, Rabu (23/1).
Upaya pengintegrasian data dari NISN menjadi NIK juga akan berdampak baik bagi siswa, terutama pendataan untuk akses pendidikan akan lebih baik. Karena jika seorang anak usia sekolah NIK nya tidak terdapat status sekolah, pemerintah bisa membantu melacak dan memperhatikan hak-hak pendidikannya.
“Jadi pemerintah bersama-sama kan memperhatikan pendidikan,” jelas dia.
Sebelumnya, mulai tahun ajaran 2019/2020 pemerintah bakal mengintegrasikan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) menjadi Nomor Induk Kependudukan (NIK). Pengintegrasian data tersebut bertujuan untuk mendukung program wajib belajar 12 tahun dan penerimaan peserta didik baru (PPDB) sistem pendidikan lainnya yang berbasis zonasi.
Dengan begitu, nantinya NISN tidak akan ada lagi dan siswa hanya memiliki satu nomor identitas yaitu NIK.
“Hari ini kami memastikan bahwa MoU itu jalan di lapangan dan yang paling penting, nanti itu seluruh siswa itu tidak lagi memakai NISN cukup dengan NIK karena kita akan mengintegrasikan antara data pokok pendidikan (dapodik) dan data kependudukan dan pencatatan sipil,” kata Muhadjir usai menerima kunjungan Dirjen Dukcapil Kemendagri di Jakarta, Selasa (22/1).
http://bit.ly/2R4ZgIp
January 23, 2019 at 05:19PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2R4ZgIp
via IFTTT
No comments:
Post a Comment