Pages

Tuesday, February 26, 2019

Mengenal Rihlah Keilmuan Syekh Muhammad bin Alawy (2-Habis)

Pada 1971, Syekh Muhammad bin Alawy diangkat menjadi guru besar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebelumnya, telah dijelaskan perjalanan atau rihlah keilmuan yang dilakukan Syekh Muhammad bin Alawy al-Maliki di Jazirah Arab dan sekitarnya. Dalam masa sebagai mahasiswa pula, keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib itu berkelana ke Afrika Utara.

Di Mesir, dia belajar dengan teramat tekun, baik di dalam maupun luar Universitas al-Azhar, Kairo--kampusnya. Para gurunya antara lain adalah rektor kampus tersebut, Syekh Dr Abdul Halim Mahmud; imam hadits Mesir Syekh Sayyid Muhammad al-Hafiz al-Tijani; mufti Mesir Syekh Hasanayn Muhammad Makhluf; dan imam Masjid al-Azhar Syekh Shalih al-Ja’fari.

Di luar itu ialah Syekh Amin Mahmud Khattab al-Subki, Syekh Muhammad al-‘Aquri, Syekh Hasan al-‘Adawi, dan Syekh Sayyid Muhammad Abu al-‘Uyun al-Khalwati.

Muhammad bin Alawy juga menyambangi negeri-negeri Islam lainnya, seperti Sudan, Maroko, Aljazair, Libya, dan Tunisia. Beberapa gurunya dari kawasan tersebut adalah Syekh Yusuf Hamad al-Nil, Syekh Muddassir Ibrahim, Syekh Ibrahim Abu al-Nur, dan Syekh Tayyib Abu Qinayah.

Selanjutnya antara lain Syekh Sayyid Syarif Abdul Kabir al-Saqali al-Mahi, Syekh Sayyid Abdullah bin al-Siddiq al-Ghimari, Syekh Sayyid Abdul Aziz bin al-Siddiq al-Ghimari, dan Raja Libya Syarif Idris al-Sanusi. Di luar itu, masih ada tokoh-tokoh lainnya, seperti imam Zaytuna di Tunisia, Syekh Muhammad al-Tahir bin ‘Ashur; Syekh al-Tayyib al-Muhaji al-Jaza’iri; Syekh al-Faruqi al-Rahhali al-Marrakashi; dan Syekh Sayyid al-Sharif Muhammad al-Muntasir al-Kattani.

Kawasan Asia Selatan tidak luput dari cakupan pengembaraannya sebagai penuntut ilmu. Di India dan Pakistan, Muhammad bin Alawy berguru pada ulama-ulama terkemuka, antara lain Syekh Abu al-Wafa al-Afghani al-Hanafi; Syekh Abdul Mu‘id Khan Hyderabadi; mufti India Imam al-’Arif Billah Mustafa Rida Khan al-Barelawi; dan mufti Pakistan Muhammad Shafi’ al-Deobandi.

Berikutnya, pakar hadits Maulana Muhammad Zakariyyah al-Kandahlawi; Maulana Zafar Ahmad Thanawi; Syekh al-Muhaddith Habib al-Rahman al-‘Azami; dan Sayyid Abu-al-Hasan Ali al-Nadawi.

Pada 1971, Syekh Muhammad bin Alawy diangkat menjadi guru besar. Dia pun menyandang status pengajar tetap di Masjid al-Haram.

Hal ini tentunya merupakan sebuah kebanggaan sekaligus pembuktian. Dia mampu meneruskan amanah, sebagaimana yang pernah diemban ayah, kakek, serta datuk-datuknya terdahulu.

Pada periode yang sama, Syekh Muhammad menjabat sebagai ketua ajang internasional perlombaan musabaqah tilawati Alquran (MTQ). Dua kampus juga menjadi tempatnya bekerja sebagai dosen ilmu hadits dan ushuluddin. Yaitu, King Abdul Aziz University di Jeddah dan Umm Al-Qura di Makkah. Pada masa ini, dapat dikatakan sebagai puncak kariernya.

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2GODsjQ
February 27, 2019 at 02:36PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2GODsjQ
via IFTTT

No comments:

Post a Comment