REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Seorang pemuka Islam di Kirgistan, Kadyr Malikov, menyatakan, undang-undang yang membatasi kegiatan keagamaan menyulitkan gerakan-gerakan Islam dan komunitas Muslim di Kirgistan. Di samping itu, ia juga menilai isi undang-undang itu terlalu berlebihan dan menimbulkan kesan bahwa kegiatan-kegiatan keagamaan seakan sesuatu yang sangat berbahaya bagi Kirgistan.
Orang-orang di pemerintahan tidak bisa membedakan antara ajaran dan tradisi Islam yang damai dengan ekstremis. Tentunya ini akan mempersulit kami jika ingin membangun madrasah atau masjid baru dan (juga) mempersulit hubungan antara pemerintah yang sekuler dengan komunitas Muslim, papar Malikov seperti dikutip laman situs Islamonline.
Pengekangan terhadap kebebasan beragama di Kirgistan sebenarnya sudah lama dirasakan oleh umat Islam di sana. Tahun 2007, Pemerintah Kirgistan sudah menerapkan larangan jilbab di sekolah-sekolah di wilayah selatan. Akibatnya, sejumlah siswi yang memakai jilbab, terpaksa keluar bahkan putus sekolah.
Pada awal Maret 2009 lalu, Pemerintah Kirgistan kembali menegaskan soal pelarangan jilbab di institusi pendidikan ini. Damira Kudaibergenova, salah satu staf senior di Departemen Pendidikan berdalih bahwa Kirgistan adalah negara yang menganut sistem sekularisme. Ketika pilihan dihadapkan antara pendidikan dan kerudung, kami memilih pendidikan, ujarnya kepada kantor berita Reuters.
Kudaibergenova menganggap jilbab dan agama sebagai bentuk serangan terhadap para siswa di sekolah. Untuk itu, kata dia, mereka harus dilindungi. Kudaibergenova juga mengeluhkan para siswa yang tidak hadir di kelas pada hari Jumat siang karena melaksanakan shalat Jumat.
Kendati fakta di lapangan memperlihatkan hal demikian, namun Kepala Komisi Keagamaan Kanibek Osmonaliyev membantah bahwa pemerintah sudah membatasi kebebasan beragama di negeri itu. Osmonaliyev berdalih bahwa pemerintah hanya ingin menertibkan kelompok-kelompok keagamaan yang ada.
Masyarakat yang meminta kami menertibkan mereka, karena masyarakat khawatir keluarga mereka terpecah belah akibat pengaruh kelompok-kelompok tersebut, tukas dia.
https://ift.tt/2GMOA0z
February 27, 2019 at 05:17PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2GMOA0z
via IFTTT
No comments:
Post a Comment