REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menambah sapi indukan impor dari Australia. Hal ini dilakukan dalam rangka mempercepat peningkatan populasi sapi di dalam negeri.
"Melalui upaya ini kita harapkan akan terjadi penambahan sumber produksi sebagai pengerak peningkatan populasi dua tahun yang akan datang, sekaligus bertambahnya usaha berskala bisnis untuk ternak itu sendiri," ujar Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Ditjen PKH Sugiono melalui keterangan tertulis.
Dengan penambahan indukan impor ini, secara nasional populasi sapi akan bertambah. Hal ini menjadi wujud investasi dan pondasi yang ditanamkan pemerintah sebagai komitmen dalam mewujudkan swasembada daging sapi 2022.
Pemerintah mau tidak mau juga harus membuat strategi pengembangan sapi potong ke arah struktur hulu, yaitu ke arah pembibitan dan pengembangbiakan. Pengembangan industri sapi dan daging sapi saat ini diakuinya, masih lebih berkembang ke arah hilir terutama ke bisnis penggemukan dan impor daging.
Selain penambahan sapi indukan impor, pemerintah juga telah berupaya untuk meningkatkan pembiayaan di subsektor peternakan khususnya sapi, diantaranya dengan memperbesar alokasi anggaran untuk peternakan sapi. Sejak 2017 hingga saat ini alokasi APBN difokuskan pada Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) yang bertujuan untuk mempercepat peningkatan populasi sapi di tingkat peternak.
Ia mengatakan, esensi pengembangan sapi potong saat ini adalah mengubah pola pikir petani ternak, yang cara beternaknya selama ini masih bersifat sambilan. Menuju ke arah profit dan menguntungkan bagi dirinya.
"Modal usaha itu kan sebenarnya yang terbanyak di masyarakat dan pelaku usaha, Pemerintah ini kan hanya selaku pemantik, sehingga untuk lebih membesarkan lagi industri pengembangan sapi potong ke arah pengembangbiakan berharap para pelaku usaha dan masyarakat untuk ikut andil di dalamnya," ujarnya.
Terkait adanya anggapan dari beberapa pihak yang meragukan upaya pemerintah dalam mengembangkan sapi indukan impor ini, Sugiono menegaskan bahwa anggapan tersebut tidak benar.
Kementerian Pertanian pada 2015-2016 juga telah melakukan importasi sapi indukan sebanyak 6.323 ekor yang didistribusikan ke 229 kelompok di 48 kabupaten/kota pada empat provinsi yaitu Aceh, Sumatera Utara, Riau dan Kalimantan Timur.
Menurutnya, berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan bersama tim pada November 2018, telah terjadi peningkatan populasi sebesar 17,65 persen atau meningkat menjadi 7.439 ekor. Sehingga ada penambahan populasi sebanyak 1.116 ekor.
"Ini menunjukkan bahwa fasilitasi penambahan indukan impor dengan manajemen intensif cukup berhasil dan perlu dioptimalkan kembali," ujarnya.
Ia mengaku sempat menerima keluhan peternak terkait sapi Brahman Cross (BX) sulit untuk dikembangbiakkan. Namun menurutnya, setelah melihat kondisi di Koperasi Produksi Ternak Maju Sejahtera (KPT-MS), Lampung Selatan, pada Kamis (15/11), menunjukkan bahwa sapi indukan impor dapat dikembangbiakkan.
Bahkan di Lampung Selatan terjadi 87 ekor kelahiran dari 100 ekor sapi indukan BX yang diimpor. Dengan pengelolaan yang baik dan benar, sapi indukan impor juga dapat berkembangbiak dengan baik. Pengelolaan dapat dilakukan baik secara intensif maupun ekstensif tidak menjadi persoalan dalam pengembangan sapi BX tersebut.
Hanya saja, ia melanjutkan, yang perlu menjadi perhatian adalah manajemen pemeliharaan, yaitu penyediaan pakan yang berkualitas dan cukup, penyediaan air, budidaya, kesehatan hewannya dan lain-lain yang berpengaruh dalam peningkatan produktifitas dan reproduksi ternak itu sendiri.
"Saya yakin dengan adanya kerjasama dengan koperasi dan pendampingan yang baik ke peternak, maka indukan impor dapat dikembangkan dan akan terus berkembang biak," kata dia.
https://ift.tt/2QNFPo4
November 16, 2018 at 06:04PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2QNFPo4
via IFTTT
No comments:
Post a Comment