Pages

Tuesday, May 14, 2019

Pesan Kesetaraan di Film Bilal: A New Breed Of Hero

Jalan cerita Bilal mudah dimengerti anak-anak dan sangat menginspirasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bayangkan sebuah masa di mana perbudakan masih menjadi hal lazim. Banyak orang diperlakukan secara tidak adil. Si miskin kian miskin dan yang kaya semakin kaya. Manusia tidak segan menyembah berhala ketamakan.

Dengan kondisi demikian, tidak heran jika kekejaman merajalela. Si tuan yang membeli budak merasa berhak menguasai hidup-mati hamba sahaya. Perintah dan larangannya adalah mutlak. Sekali dibantah, nyawa taruhannya.

Masyarakat pun gempar ketika budak bernama Bilal menyerukan penentangan terhadap Umayya, tuan yang membelinya. Penuh tekad dan keberanian, Bilal mencoba merenggut rantai tak terlihat yang membelenggu kemerdekaan serta kebebasan.

Bilal meyakini bahwa dia dan Umayya punya posisi sama dan setara sebagai manusia. Tuhan Yang Maha Esa menilai keimanan dalam diri sesuai sikap dan perbuatan, bukan persembahan berupa harta yang disajikan di altar berhala.

Umayya murka, memerintahkan seluruh anak buahnya menyiksa Bilal hingga tidak tertahankan. Dia berusaha keras agar semangat Bilal surut di hadapan ajal, memaksa pria berkulit gelap itu mengakui patung-patung berhala sebagai Tuhan.

Kisah Bilal dalam Bilal: A New Breed Of Hero menyiratkan betul pesan tentang kesetaraan serta persamaan hak. Setelah tayang di sejumlah negara dan festival film dunia, sinema animasi itu hadir di Indonesia mulai 15 Mei 2019.

Film cukup informatif mengenai sosok Bilal, namun tidak mengadaptasi secara utuh sejarah hidupnya. Selain sang tokoh utama, penonton juga akan jatuh hati pada ibu serta saudari Bilal, yaitu Hamama dan Ghufaira.

Tentunya, Nabi Muhammad SAW yang sangat dekat dengan sosok Bilal tidak bisa dimunculkan dalam film. Sutradara film, Khurram H Alavi dan Ayman Jamal menghadirkan sosok penting lain yakni Al Siddiq dan singa padang pasir, Hamza.

Walaupun tidak disebutkan secara mendetail, cukup jelas bahwa Al Siddiq adalah salah satu Khulafaur Rasyidin, Abu Bakar Ash Shiddiq. Dalam film, raja saudagar itu yang memerdekakan Bilal dari Umayya dengan jumlah uang yang tidak sedikit.

Bilal sangat cocok disimak bersama keluarga selama Ramadhan. Aspek visual film sangat memikat, menggambarkan kehidupan di tiga kota berbeda yang pernah menjadi tempat tinggal Bilal. Jalan ceritanya mudah dimengerti anak-anak dan sangat menginspirasi.

Sinema animasi ini membuat kita bersyukur telah hidup di zaman yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Kisahnya mengingatkan bahwa sosok Bilal pernah susah payah memperjuangkannya di masa lampau.

Let's block ads! (Why?)


http://bit.ly/2VE91o3
May 14, 2019 at 01:41PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2VE91o3
via IFTTT

No comments:

Post a Comment