REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Sekitar 30 persen perusahaan di Kota Tasikmalaya belum membayar pekerjanya sesuai upah minimum kota/kabupaten (UMK). Selain itu, masih banyak aturan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Ketua DPC Federasi Serikat Pekerja Solidaritas Indonesia Perjuangan (FSPSIP) Kota Tasikmalaya Rino Lesmana mengatakan, aksi yang dilakukan di depan halaman Balai Kota Tasikmalaya pada Rabu (1/5) merupakan bentuk solidaritas para buruh. Menurut dia, masih banyak perusahaan yang abai dalam memenuhi hak buruh.
"Banyak pelaku usaha yang abai mengimplementasikan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan," kata dia saat aksi May Day di Kota Tasikmalaya, Rabu (1/5).
Ia mencontohkan, masih ada jenis perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) itu diterapkan salah kaprah. Ia mengaku banyan mendampingi para pekerja yang statusnya masih PKWT, padahal sudah mengabdikan dirinya puluhan atau belasan tahun di perusahaan tersebut.
Alhasil, para pekerja itu tidak mendapatkan hak seperti uang pesangon, hak penggantian masa kerja, jaminan hari tua, dan lain-lain. Padahal, hak pekerja itu wajib dipenuhi oleh perusahaan.
Selain itu, ia melanjutkan, masih banyak perusahaan yang tidak mendaftarkan BPJS Ketenagakerhaan untuk para pekerjanya. "Kita menuntut perlu Perda tentang Ketenangakerjaan," kata dia.
Rino berharap, Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya bisa memfasilitasi aspirasi para buruh untuk dapat memeroleh haknya. Pasalnya, Kota Tasikmalaya digadang-gadang ingin dijadikan pusat industri di Priangan Timur.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Tasikmalaya Ivan Dicksan mengakui, saat ini masih ada sekitar 30 persen perusahaan di Kota Tasikmalaya yang belum membayar upah karyawannya sesuai UMK. Namun, ia berjanji akan mengklarifikasi data itu ke perusahaan terkait.
http://bit.ly/2vxcgOE
May 01, 2019 at 04:09PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2vxcgOE
via IFTTT
No comments:
Post a Comment